KOMPAS.com - Tidak semua orang bisa menulis buku,
namun banyak yang kemudian lahir dengan sendirinya sebagai penulis.
Alasannya beragam. Ada yang memang berniat dan memulai menulis dengan
draf, ada juga yang termotivasi karena lingkungan sekitar.
Kelsey Meyer, penulis yang kemudian berkonsultasi dengan sejumlah
penerbit dan pengarang, menemukan beberapa alasan yang memotivasi dalam
penulisan sebuah buku.
Pertama, karena frustrasi dengan lingkungan sekitar dan minimnya
pengetahuan atau informasi mengenai sesuatu. Erin Callinan, pengarang
buku Beautifully Bipolar, mengaku menulis buku karena dirinya kecewa dengan lingkungan sekitar.
"Saya frustrasi, dan heran mengapa banyak orang yang menganggap cacat
mental itu suatu hal yang negatif, menakutkan, dengan informasi yang
tidak akurat sama sekali," ujarnya beralasan.
Erin lalu merasa mesti ada yang menyampaikan dan mengubah sudut
pandang ini. Dia punya suara, punya cerita, lalu memulai untuk
menuliskan. Pada awalnya dia menulis tanpa ada batasan atau draf. Ia
menulis dengan menuangkan apa yang ingin ia sampaikan dengan duduk
menyendiri di warung kopi pada saat-saat tertentu.
Dalam proses menulis, ia bahkan tidak khawatir dengan tata bahasa.
Kata dia, penyempurnaan akan berlangsung pada masa proses editing.
Motivasi kedua, adalah ketika kita melihat banyaknya orang yang
melakukan kesalahan yang sama. Ini merujuk pada pengalaman Stephen
Monaco, yang menulis Insightful Knowledge. Ia menyadari dirinya
harus menulis sebuah buku begitu melihat banyak orang melakukan
kesalahan yang sama, padahal kesalahan tersebut sebisa mungkin
dihindari.
"Saya melihat banyak perusahaan mengambil langkah yang salah dalam social marketing mereka. Dengan keahlian yang saya miliki mestinya saya bisa membantu mereka, makanya saya tuliskan buku social strategy dan marketing," ujarnya.
Walau tak punya background menulis, dia punya cara lain.
Stephen mengambil langkah kecil dengan bertanya pada seorang teman yang
sudah menulis hampir 20 buku dan meminta sarannya. Dari situ ia
mengetahui apa saja kiat dan trik yang ia butuhkan supaya bisa
mewujudkan niatnya menulis buku.
Motivasi ketiga, adalah menyadari bahwa gagasan yang akan ditulis
terlalu besar jika hanya dimuat di blog. Sebagian besar penulis pemula
pasti memulai dengan menulis di blog. Namun, Rohit Bhargava, penulis
buku Always Eat Left-Handed-15 Surprisingly Simple Secret of Success,
punya kiat lain. Menurut dia ketika gagasan terlalu besar untuk hanya
dimuat di blog atau surat kabar, dia beralih menjadikannya sebuah buku.
Berikutnya sebagai motivasi keempat, tulislah buku ketika sudah mendapat informasi banyak dan riset yang mendalam tentangnya.
Punya banyak informasi mengenai sesuatu bisa menjadi salah satu
motivasi kuat untuk menuangkannya menjadi sebuah buku. Namun bukan
berarti itu sebuah kompilasi dari apa yang sudah diketahui. Tulisan
tersebut juga mesti memuat opini dan topiknya harus spesifik. Untuk
menuliskannya, Anda bisa memulai dengan menyusun rapi semua data yang
ada, memilahnya, kemudian merangkai dengan runut.
Adapun motivasi terakhir yang mendorong untuk melahirkan sebuah buku
tak lain adalah ketika Anda sudah memulai menulis, maka tuntaskanlah
sampai akhir. Amanda Barbara, wakil presiden penerbit Pubslush,
mengatakan bahwa untuk mewujudkan menulis buku, yang utama adalah
memulai mengerjakannya.
Setiap orang bisa saja mengatakan dirinya ingin menulis sebuah buku,
namun selalu mentok di impian dan keinginan, tanpa pernah memulai.
Sementara menulis adalah proses trial and error yang memberi banyak pengalaman.
Oleh karena itu kemudian jika ingin menulis, maka tentukan waktu kapan menulis. Bila perlu buat framework dan waktu khusus. Mewujudkan untuk menulis sebuah buku bagaimanapun dimulai dari langkah kecil yang konsisten.
Sumber : http://female.kompas.com/read/2013/08/27/2216235/5.Motivasi.untuk.Mulai.Menulis.Buku.
No comments:
Post a Comment